Temuan Fosil di Kenya Bawa Petunjuk Baru tentang Moyang Manusia
Republika – Sen, 13 Agu 2012
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Temuan fosil baru di Turkana, Kenya,
mengonfirmasi adanya dua spesies tambahan dari genus Homo yang hidup bersama nenek
moyang spesies manusia, Homo erectus, sekitar 1,7 juta sampai dua juta tahun
lalu.
Menurut hasil studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature akhir pekan
lalu, arkeolog menemukan fosil dua rahang bagian bawah dan satu muka bagian
bawah di daerah gurun Koobi Fora di Kenya bagian utara antara tahun 2007-2009.Temuan fosil rahang bawah dan wajah bagian bawah di Kenya menjadi sangat penting karena dalam palaeoanthropologi wajah dan rahang fungsinya seperti sidik jadi dalam proses identifikasi spesimen dari spesies tertentu.
Meave Leakey, palaeontologis di Turkana Basin Institute di Nairobi yang memimpin pengangkatan fosil tersebut, menggambarkan lengkungan arkade gigi pada temuan fosil baru lebih mengarah ke persegi panjang, seperti struktur langit-langit mulut tengkorak yang ditemukan tahun 1972.
Fosil tengkorak besar yang ditemukan tahun 1972 diidentifikasi sebagai Homo rudolfensis, hominin dengan wajah datar. '' Sangat menggembirakan melihat wajah fosil remaja perlahan muncul dari bungkusan batu dan punya kesamaan dengan spesimen tahun 1972," kata Leakey.
Menurut Fred Spoor, pemimpin tim analisis ilmiah dalam studi itu, temuan fosil rahang bawah dan muka di Turkana memberikan penjelasan bahwa ada dua spesies awal Homo yang hidup bersama Homo erectus.
"Fosil baru ini akan sangat membantu mengungkap bagaimana cabang evolusi manusia pertama muncul dan berkembang sekitar dua juta tahun lalu," katanya di laman Turkana Basin Institute.
Salah satu spesimen rahang bawah yang disebut KNM-ER 1802, secara luas diduga milik individu Homo rudolfensis tapi arkade gigi yang lebih bundar dari fosil terakhir membuat Leakey dan koleganya membuka kemungkinan spesimen itu milik spesies Homo yang berbeda, kemungkinan Homo habilis.
Namun sampai lebih banyak tulang Homo habilis ditemukan, tim peneliti tidak bisa yakin. "Ini bisa saja Homo habilis, tapi bisa juga milik spesies lainnya," kata Bernard Wood, palaeontologis di George Washington University, Washington DC.
Keberadaan empat spesies Homo (H. rudolfensis, Homo habilis, H. erectus dan spesies apapun yang memiliki KNM-ER 1802) pada periode sejarah evolusi yang sama membuat para peneliti bertanya-tanya tentang bagaimana hominin yang berbeda berinteraksi satu sama lain.
Pemahaman tentang berapa banyak spesies Homo yang berbeda dan apakah mereka hidup dalam waktu yang sama akan membantu menentukan apakah sejarah keturunan manusia berasal dari kompetisi sengit diantara hominin atau suksesi mantap dari satu spesies ke spesies berikutnya.
"Karena periodisasi geologis yang kasar, kami belum sepenuhnya pasti apakah spesies-spesies ini hidup pada saat yang sama di tempat yang sama. Meski demikian, sangat mungkin mereka berinteraksi satu sama lain dan jika demikian, pastinya kita ingin tahu bagaimana mereka berinteraksi," kata Wood.
Namun Tim White, seorang palaeontologis di University of California, Berkeley, mendebat temuan Leakey dan mitranya.
"Bagaimana bisa praktisi dalam bidang ini berharap bisa mengidentifikasi fosil spesies secara akurat dengan beberapa gigi, rahang dan muka bagian bawah setelah apa yang kita ketahui tentang besarnya variasi diantara individu yang berbeda dalam satu spesies?" katanya.
Leakey menyangkalnya dengan mengatakan,"Saya akan menantang Tim untuk menemukan primata apapun yang terlihat punya derajat variasi berbeda seperti yang kami lihat dari fosil baru kami dan KNM-ER 1802."