Laga akbar antara Barcelona melawan Manchester United akan berlangsung dalam hitungan hari. Kedua tim akan bertanding di partai final Liga Champions 2011/2011 di Stadion Wembley London, Sabtu (28/5).
Siapa yang menjadi juara? Sulit ditebak. Baik United maupun Barca sama kuat dan punya tradisi yang bagus di Liga Champions.
Barcelona terkenal dengan gaya sepak bola menyerang. Selama menjalani Liga Champions musim ini, Azulgrana sudah mencetak 27 gol dari 12 pertandingan. Artinya, rata-rata Barca mencetak 2,25 gol di setiap laga. Lionel Messi menjadi pencetak gol terbanyak untuk tim Catalan tersebut dengan 11 gol.
Sepak bola menyerang tentu punya konsekuensi: pertahanan yang terbuka. Gawang Victor Valdes dan kawan-kawan sudah delapan kali kemasukan di Liga Champions musim ini.
Untuk Setan Merah, mereka punya bek dan kiper yang tangguh. Dari 12 pertandingan, United baru kebobolan empat kali atau rata-rata, hanya 0,33 gol yang masuk ke gawang Edwin van der Sar tiap pertandingan.
Meski barisan penyerang United tidak seganas Barcelona, mereka tetap berbahaya. Klub yang bermarkas di stadion Old Trafford ini sudah membobol gawang lawan sebanyak 18 kali atau 1,5 gol per pertandingan, seperti yang dilansir oleh situs resmi UEFA.
Secara kasat mata sepertinya sulit untuk mengalahkan Barcelona era Pep Guardiola. Mantan pelatih Barca, Frank Rijkaard mengakui kalau klub yang bermarkas di Nou Camp itu susah dibendung meski gaya permainannya sudah “terbaca”.
Duet penyerang Messi dan David Villa adalah penjelmaan duo penyerang tajam dan gesit. Mereka rakus mencetak gol namun piawai memberikan assist.
Sektor tengah Barca yang dikuasai Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Seydou Keita, Sergio Busquets dan Javier Mascherano menjadikan mereka sebagai lini tengah terbaik di Eropa — bahkan mungkin dunia. Mereka piawai membangun serangan dari berbagai sisi lapangan dengan permainan cepat dari kaki ke kaki. Tapi juga tangguh ketika harus bertahan saat kehilangan bola.
Dan untuk semua itu, Barcelona diunggulkan di partai final Liga Champions.
Meski tidak diunggulkan, United punya kelebihan dibanding Barcelona, terutama di sektor gelandang. Pilihan yang dimiliki oleh Alex Ferguson lebih bervariasi dibandingkan apa yang dipunya oleh Guardiola.
Setan Merah punya Nani, Antonio Valencia, Park Ji Sung, Michael Carrick, Darren Fletcher, Anderson, Darron Gibson, Paul Scholes dan Ryan Giggs.
Semua gelandang United tersebut mampu mengubah jalannya pertandingan karena mereka punya karakteristik dan gaya bermain yang berbeda. Bahkan saat laga sedang berjalan. Mereka juga sudah pernah bermain di semua ajang yang diikuti United.
Nama Ryan Giggs, Park Ji Sung, Paul Scholes dan Nani akan menjadi fokus. Giggs dengan pengalamannya, Scholes dengan kemampuannya mengorganisir lapangan tengah, Park yang rajin serta Nani yang kini menjadi raja assist United.
Masih ada nama Fletcher yang selalu bermain cemerlang di partai-partai penting atau Anderson dengan determinasinya.
Menguasai lini tengah akan vital di laga final nanti. Tim dengan konsentrasi paling tinggi, tidak membuat kesalahan sekecil apa pun dan mampu memanfaatkan celah di tim lawan, akan memegang keunggulan.
Yang menguasai bola lebih banyak, belum tentu memenangkan pertandingan.
Siapa yang menjadi juara? Sulit ditebak. Baik United maupun Barca sama kuat dan punya tradisi yang bagus di Liga Champions.
Barcelona terkenal dengan gaya sepak bola menyerang. Selama menjalani Liga Champions musim ini, Azulgrana sudah mencetak 27 gol dari 12 pertandingan. Artinya, rata-rata Barca mencetak 2,25 gol di setiap laga. Lionel Messi menjadi pencetak gol terbanyak untuk tim Catalan tersebut dengan 11 gol.
Sepak bola menyerang tentu punya konsekuensi: pertahanan yang terbuka. Gawang Victor Valdes dan kawan-kawan sudah delapan kali kemasukan di Liga Champions musim ini.
Untuk Setan Merah, mereka punya bek dan kiper yang tangguh. Dari 12 pertandingan, United baru kebobolan empat kali atau rata-rata, hanya 0,33 gol yang masuk ke gawang Edwin van der Sar tiap pertandingan.
Meski barisan penyerang United tidak seganas Barcelona, mereka tetap berbahaya. Klub yang bermarkas di stadion Old Trafford ini sudah membobol gawang lawan sebanyak 18 kali atau 1,5 gol per pertandingan, seperti yang dilansir oleh situs resmi UEFA.
Secara kasat mata sepertinya sulit untuk mengalahkan Barcelona era Pep Guardiola. Mantan pelatih Barca, Frank Rijkaard mengakui kalau klub yang bermarkas di Nou Camp itu susah dibendung meski gaya permainannya sudah “terbaca”.
Duet penyerang Messi dan David Villa adalah penjelmaan duo penyerang tajam dan gesit. Mereka rakus mencetak gol namun piawai memberikan assist.
Sektor tengah Barca yang dikuasai Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Seydou Keita, Sergio Busquets dan Javier Mascherano menjadikan mereka sebagai lini tengah terbaik di Eropa — bahkan mungkin dunia. Mereka piawai membangun serangan dari berbagai sisi lapangan dengan permainan cepat dari kaki ke kaki. Tapi juga tangguh ketika harus bertahan saat kehilangan bola.
Dan untuk semua itu, Barcelona diunggulkan di partai final Liga Champions.
Meski tidak diunggulkan, United punya kelebihan dibanding Barcelona, terutama di sektor gelandang. Pilihan yang dimiliki oleh Alex Ferguson lebih bervariasi dibandingkan apa yang dipunya oleh Guardiola.
Setan Merah punya Nani, Antonio Valencia, Park Ji Sung, Michael Carrick, Darren Fletcher, Anderson, Darron Gibson, Paul Scholes dan Ryan Giggs.
Semua gelandang United tersebut mampu mengubah jalannya pertandingan karena mereka punya karakteristik dan gaya bermain yang berbeda. Bahkan saat laga sedang berjalan. Mereka juga sudah pernah bermain di semua ajang yang diikuti United.
Nama Ryan Giggs, Park Ji Sung, Paul Scholes dan Nani akan menjadi fokus. Giggs dengan pengalamannya, Scholes dengan kemampuannya mengorganisir lapangan tengah, Park yang rajin serta Nani yang kini menjadi raja assist United.
Masih ada nama Fletcher yang selalu bermain cemerlang di partai-partai penting atau Anderson dengan determinasinya.
Menguasai lini tengah akan vital di laga final nanti. Tim dengan konsentrasi paling tinggi, tidak membuat kesalahan sekecil apa pun dan mampu memanfaatkan celah di tim lawan, akan memegang keunggulan.
Yang menguasai bola lebih banyak, belum tentu memenangkan pertandingan.
Oleh Fajar Anugrah Putra | Yahoo News – Kam, 26 Mei 2011