Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Sidik menilai, mundurnya Hosni Mubarak dari jabatan Presiden Mesir akan ditandai dengan berlanjutnya efek domino perubahan politik di Timur Tengah yang masih dikuasai rezim-rezim otoriter.
"Mundurnya Hosni Mubarak dari jabatan Presiden Mesir yang telah dijabatnya selama 30 tahun, akan menandai babak baru peta politik di kawasan Arab yang ditandai dengan regenerasi kepemimpinan, reorientasi kebijakan politik ke arah penguatan Pan-Arabisme, serta penataan ulang hubungan Arab dengan Barat, khususnya Israel," kata Mahfudz Sidik ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu.
Menurut dia, dunia Barat yang dimotori Amerika Serikat pasti akan bekerja keras untuk mengawal proses transisi, agar razim baru yang akan tampil sebagai pemimpin di Mesir tetap dalam koridor kepentingan besar Barat dan Israel.
Bangsa Mesir dan Tunisia, menurut dia, harus mampu belajar dari pengalaman transisi demokrasi dari negara-negara Muslim lainnya atau negara berpenduduk mayoritas Muslim.
"Lemahnya konsolidasi unsur-unsur kekuatan sipil dan kuatnya hegemoni agenda kepentingan asing jadi problem pokok yang harus segera diantisipasi oleh elemen masyarakat Mesir," ucapnya, menegaskan.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menambahkan, Turki bisa menjadi "benchmark" yang bagus bagi transisi demokrasi di kawasan Arab ini.
Pengunduran diri Hosni Mubarak dari jabatan Presiden Mesir diumumkan Wakil Presiden Mesir Omar Sulaiman, di Kairo, Jumat (11/2) malam waktu setempat atau tengah malam Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).
Omar Sulaiman mengumumkan pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak dan menyerakan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Militer.
Jutaan masyarakat Mesir yang berunjuk rasa di ibu kota Kairo menyambut antusias pernyataan pengunduran diri Presiden Mesir tersebut.
Gelombang demonstrasi yang meminta Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur dari jabatannya yang telah berlangsung selama tiga pekan terakhir, juga akan berhenti.
Antara