OPHIO Jogja Reptiles Club
RESTRAIN DAN HANDLING
PADA ULAR *1
OLEH: SLAMET RAHARJO **2
1. Disajikan pada Continuing Education ‘Penanganan Satwa Eksotik’ di Ragunan Jakarta 25 September 2004
2. Staf Pengajar Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM
Pendahuluan
Ular termasuk Klas Reptilia yang sejak dahulu banyak menyimpan misteri kehidupan; dibenci sekaligus dipuja. Dahulu ular dianggap perwujudan setan yang membawa petaka karena menyebabkan Adam diturunkan ke bumi. Bangsa Yunani Kuno memiliki Dewi Medusa yang digambarkan sebagai wanita cantik berambut ular. Ratu Cleopatra dijuluki ular berbisa dari Mesir oleh Aleksander Agung. Masyarakat Tiongkok memiliki legenda Siluman Ular Putih yang terkenal, sedang masyarakat Jawa mempunyai mitos Nyi Blorong yang dapat memberikan kekayaan. Masyarakat India dan Sri Lanka memiliki hubungan spiritual yang unik dengan berbagai jenis ular terutama kobra. Dunia seni juga banyak memanfaatkan ular untuk seni pertunjukan seperti sirkus dan tari ular. Pengobatan tradisional/alternatif juga banyak memanfaatkan bagian/organ tubuh ular sebagai bahan obat. Dunia Ilmu Pengetahuan juga tidak mau ketinggalan dimana Dunia Kedokteran/Medis menggunakan ular sebagai lambang, baik Kedokteran manusia maupun Kedokteran Hewan (Veteriner).
Cakupan tugas medis dokterhewan dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok besar yaitu:
1. Farm animals, meliputi semua hewan produksi seperti sapi, ayam dll
2. Small animals, mencakup anjing dan kucing
3. Companion animals, mencakup hewan lomba seperti kuda, merpati balap, dll.
4. Exotic animals, mencakup semua satwa liar yang dijadikan pet animals
5. Aquatic animals, mencakup satwa- satwa yang habitat hidupnya di air
6. Laboratory animals, mencakup semua hewan percobaan.
Dewasa ini pemanfaatan ular tidak hanya terbatas untuk pertunjukan dan pengobatan tetapi juga sebagai satwa kelangenan (pet animals). Sebagai satwa kelangenan, ular memiliki berbagai kelebihan dibanding satwa lain seperti anjing, kucing dan burung. Ular lebih efisien karena tidak membutuhkan kandang yang luas dan tidak perlu makan setiap hari sehingga cocok sebagai satwa kelangenan bagi orang-orang sibuk. Spesies ular yang umum dijadikan satwa kelangenan terutama genus Python, Boa, Morelia dan Liasis.
Kesadaran para pemilik satwa kesayangan akan arti pentingnya kesehatan bagi satwa kesayangannya saat ini semakin meningkat. Semakin banyak satwa kesayangan yang dibawa ke dokter hewan secara rutin baik untuk pemeriksaan kesehatan (check up) maupun karena adanya gangguan kesehatan. Namun ternyata masih banyak dokter hewan praktisi yang masih buta tentang ular sehingga justru ‘ketakutan’ ketika klien datang membawa ular. Minimnya data medis dan literatur tentang ular (behavior, diet, reproduksi, obat-obatan, dll.) menjadi kendala bagi dokter hewan praktisi dalam menangani pasien ular. Dalam makalah ini akan diuraikan tata cara restrain dan handling pada ular sebagai dasar pemeriksaan kesehatan hewan.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Reptilia
Subclassis : Lepidosauria
Ordo : Squamata
Subordo : Ophidia / Serpentes
No Familia Σ Genus Σ Spesies
01 Leptotyphlopidae 2 78
02 Typhlopidae 3 180
03 Anomalepidae 4 20
04 Acrochordidae 2 3
05 Aniliidae 1 9
06 Uropeltidae 8 44
07 Xenopeltidae 1 1
08 Boidae 27 88
09 Colubridae 292 1562
10 Elapidae 61 236
11 Viperidae 7 187
12 Hydrophydae 1 18
Total 409 2426
Diantara 2426 spesies yang sudah teridentifikasi, lebih dari 80 % diantaranya hidup di daerah tropis dengan habitat dataran rendah sampai pegunungan, hutan, gurun, sungai bahkan lautan.
Restrain dan Handling
Restrain
Restrain pada ular bertujuan untuk keamanan bagi pemeriksa (dokter hewan), keamanan bagi ular dan untuk keamanan transportasi.
Secara umum restrain pada ular digolongkan menjadi dua yaitu :
1. Physical Restraint/restrain fisik
Restrain fisik dapat dilakukan dengan teknik satu tangan, teknik dua tangan dan penggunaan alat bantu seperti snake hooks, grab stick dan clear plastic tubing. Restrain fisik untuk ular besar seperti Burmese, Reticulatus dan Anaconda dibutuhkan beberapa orang agar tidak menimbulkan resiko bagi ular, klien maupun staff.
Restrain fisik dengan teknik satu tangan dilakukan untuk ular – ular berukuran tubuh kecil dan jinak. Ular dipegang dengan satu tangan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tepat di belakang kepala dan jari lainnya menopang bagian leher ular dan atau bagian tubuh yang lain.
Restrain fisik dengan teknik dua tangan dilakukan untuk ular – ular berukuran sedang atau sedikit agresif. Ular dipegang daengan satu tangan pada bagian tepat dibelakang kepala dan tangan satunya memegang bagian tengah atau belakang tubuh ular.
Restrain fisik dengan menggunakan alat bantu dilakukan pada ular – ular yang agresif dan ular berbisa/venomous snakes. Grab stick berfungsi untuk menangkap dan memegang ular dari jarak jauh. Snake hook digunakan untuk imobilisasi ular dengan cara menekan ular pada bagian belakang kepala sebelum dipegang dengan tangan. Clear plastic tubing digunakan untuk ular – ular venomous berukuran tubuh pendek, dengan cara memasukkan ular kedalam tube transparan tersebut sehingga dapat diamati bagian – bagian tubuh ular tersebut dari luar tube.
2. Chemical restraint/restrain kimiawi
Restrain kimiawi menggunakan sedativa maupun anestetika umumnya dilakukan pada ular yang agresif dan ular berbisa (venomous snakes) serta untuk tujuan transportasi. Namun demikian restrain kimiawi harus dilakukan secara hati-hati karena induksi anestesi dan recovery yang lambat.
Restrain kimiawi dapat dilakukan dengan anestetika inhalasi/gas seperti diethyl ether, isoflurane atau halothane. Keuntungan anestetika inhalasi pada ular adalah induksi anestesi yang cepat dan recovery juga cepat. Namun recovery yang cepat ini menjadi kelemahan manakala digunakan untuk ular – ular yang agresif dan membutuhkan penanganan yang lama.
Restrain kimiawi lainnya dapat dilakukan dengan anestetika non inhalasi. Yang sering digunakan adalah Ketamine HCl yang dikombinasikan dengan muskulorelaksan seperti Chlorpomazine HCl, Xylazine, Diazepam dan Midazolam. Dosis yang dianjurkan untuk Ketamin adalah 20 – 40 mg/Kg BB untuk sedasi dan 60 – 80 mg/Kg BB untuk anestesi, Chlorpromazine 0,1 – 0,5 mg/Kg BB, Diazepam 2 mg/Kg BB, Midazolam 2 mg/Kg BB dan Xylazine 0,10 – 1,25 mg/Kg BB. Penggunaan Xylazine hendaknya disediakan reversalnya yaitu Yohimbin dengan dosis 0,1 mg/Kg BB (Carpenter et al., 2001). Induksi anestesi pada ular berjalan sangat lambat, sekitar 30 menit baru teranestesi dan recoverynya juga lambat berkisar 24 – 48 jam.
Handling
Handling ular secara benar akan memberikan rasa nyaman bagi ular. Adakalanya dibutuhkan restrain agar ular dapat dihandle dengan aman.
Beberapa tips agar aman pada saat menghandle ular :
1. Lakukan handling dengan lembut dan tenang pada semua jenis ular. Jangan ragu – ragu pada saat menghandle ular
2. Beberapa spesies harus dilakukan handling dengan hati – hati, meskipun bukan ular venomous karena ular yang ‘kagol’ dapat menjadi agresif.
3. Spesies ular besar seperti Python molurus, Python reticulatus dan Anaconda (Eunectes murinus) dewasanya dapat mencapai panjang 6 meter dan berat 150 kg, diperlukan beberapa orang untuk menghandle dengan aman. Jangan bertaruh nyawa sendirian saat menghandle ular – ular tersebut.
4. Beberapa ular seringkali defekasi dan urinasi saat dihandle/restrain manual, sabaiknya bagian belakang tubuh ular termasuk kloaka dan ekor tetap berada dalam wadahnya (kantong kain atau kotak) untuk menghindari kontaminasi.
Handling Ular Berbisa dan Berbahaya
Untuk menghandling ular yang berbahaya sebaiknya ;
1. Handling ular – ular berbisa (venomous snakes) sebaiknya dilakukan oleh staf yang sudah berpengalaman
2. Gunakan alat – alat bantu restrain seperti snake hook, grab stick dan clear plastic tubing.
3. Antivenin hendaknya selalu tersedia saat menghandle ular – ular venomous
4. Sebaiknya jangan menggunakan sarung tangan karet karena bersifat licin.
Beberapa Advis Penting untuk Handling dan Restrain pada Ular
1. Idealnya ular dihandle seminimal mungkin.
2. Tanyakan pada pemilik atau yang membawa tentang karakter ular tersebut. Jangan menghandle ular secara sembarangan.
3. Handling pertama kali akan aman apabila ular dipegang tepat dibelakang kepala sebelum mengangkat ular dari tempatnya.
4. Untuk keperluan transportasi jarak pendek bagi ular – ular tidak berbisa dan jinak, penggunaan kantong kain cukup memadai, karena kelenturannya dapat mengikuti gerakan ular.
5. Handling dan restrain ular berbisa/venomous sebaiknya menggunakan alat bantu seperti snake hook, grab stick atau clear plastic tubing.
Trimeresurus waglery
DAFTAR PUSTAKA
Beynon, P.H., Lawton, M.P.C. and Cooper, J.E. 1992, Manual of Reptiles
British Small Animal Veterinary Association, Cheltenham.
Capula, M. 1989, Simon & Schuster’s Guide to Reptiles and Amphibians
of the World, Simon & Schuster Book Inc. New York.
Carpenter, J.W., Mashima, T.Y. and Rupiper, D.J. 2001. Exotics Animal
Formulary, 2nd ed. WB Saunder Co. NY.
Cooper, J.E. and Sainsbury, A.W., 1995. Exotic Species, Mosby-Wolfe, London
Fowler, M.E. 1993. Zoo and Wild Animal Medicine Current Therapy. 3rd ed.
WB Saunders Company, Philadelphia
Frank, N. & Ramus, E. 1996. A Complete Guide to Scientific and Common
Names of Reptiles and Amphibians of the World.
N G Publishing, Pottsville.
Frye, F.L. 1991 a. Reptiles Care, an Atlas of Diseases and Treatment Vol. I.
TFH Publication Inc. New Jersey.
Frye, F. L. 1991 b. The Biomedical and Surgical Aspect of Captive Reptile
Husbandry. Krieger, Malabar, Florida
Gans, C. 1975. Reptiles of the World. A Ridge Press Book.
Grosset & Dunlap Publishers Co. New York.
Grzimek, B. 1975. Animal Life Encyclopaedia, Vol. 6.
Von Nostrand Reinhold Co.
Mader, D.R. 1996. Reptile Medicine and Surgery, WB Saunders Co. Philadelphia
Sharp,I. And Compost, A. 1994. Green Indonesia, Tropical forest Encounters.
Oxford University Press, Oxford.
Waters, M., Zwart, P. and Frye, F.L. 2000. A Guide to Snake,
A Royal Veterinary College.
Messonier, S.P. 1996. Common Reptile Diseases and Treatment. Blackwell.
Cambridge, Massachusetts.
PADA ULAR *1
OLEH: SLAMET RAHARJO **2
1. Disajikan pada Continuing Education ‘Penanganan Satwa Eksotik’ di Ragunan Jakarta 25 September 2004
2. Staf Pengajar Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH UGM
Pendahuluan
Ular termasuk Klas Reptilia yang sejak dahulu banyak menyimpan misteri kehidupan; dibenci sekaligus dipuja. Dahulu ular dianggap perwujudan setan yang membawa petaka karena menyebabkan Adam diturunkan ke bumi. Bangsa Yunani Kuno memiliki Dewi Medusa yang digambarkan sebagai wanita cantik berambut ular. Ratu Cleopatra dijuluki ular berbisa dari Mesir oleh Aleksander Agung. Masyarakat Tiongkok memiliki legenda Siluman Ular Putih yang terkenal, sedang masyarakat Jawa mempunyai mitos Nyi Blorong yang dapat memberikan kekayaan. Masyarakat India dan Sri Lanka memiliki hubungan spiritual yang unik dengan berbagai jenis ular terutama kobra. Dunia seni juga banyak memanfaatkan ular untuk seni pertunjukan seperti sirkus dan tari ular. Pengobatan tradisional/alternatif juga banyak memanfaatkan bagian/organ tubuh ular sebagai bahan obat. Dunia Ilmu Pengetahuan juga tidak mau ketinggalan dimana Dunia Kedokteran/Medis menggunakan ular sebagai lambang, baik Kedokteran manusia maupun Kedokteran Hewan (Veteriner).
Cakupan tugas medis dokterhewan dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok besar yaitu:
1. Farm animals, meliputi semua hewan produksi seperti sapi, ayam dll
2. Small animals, mencakup anjing dan kucing
3. Companion animals, mencakup hewan lomba seperti kuda, merpati balap, dll.
4. Exotic animals, mencakup semua satwa liar yang dijadikan pet animals
5. Aquatic animals, mencakup satwa- satwa yang habitat hidupnya di air
6. Laboratory animals, mencakup semua hewan percobaan.
Dewasa ini pemanfaatan ular tidak hanya terbatas untuk pertunjukan dan pengobatan tetapi juga sebagai satwa kelangenan (pet animals). Sebagai satwa kelangenan, ular memiliki berbagai kelebihan dibanding satwa lain seperti anjing, kucing dan burung. Ular lebih efisien karena tidak membutuhkan kandang yang luas dan tidak perlu makan setiap hari sehingga cocok sebagai satwa kelangenan bagi orang-orang sibuk. Spesies ular yang umum dijadikan satwa kelangenan terutama genus Python, Boa, Morelia dan Liasis.
Kesadaran para pemilik satwa kesayangan akan arti pentingnya kesehatan bagi satwa kesayangannya saat ini semakin meningkat. Semakin banyak satwa kesayangan yang dibawa ke dokter hewan secara rutin baik untuk pemeriksaan kesehatan (check up) maupun karena adanya gangguan kesehatan. Namun ternyata masih banyak dokter hewan praktisi yang masih buta tentang ular sehingga justru ‘ketakutan’ ketika klien datang membawa ular. Minimnya data medis dan literatur tentang ular (behavior, diet, reproduksi, obat-obatan, dll.) menjadi kendala bagi dokter hewan praktisi dalam menangani pasien ular. Dalam makalah ini akan diuraikan tata cara restrain dan handling pada ular sebagai dasar pemeriksaan kesehatan hewan.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Reptilia
Subclassis : Lepidosauria
Ordo : Squamata
Subordo : Ophidia / Serpentes
No Familia Σ Genus Σ Spesies
01 Leptotyphlopidae 2 78
02 Typhlopidae 3 180
03 Anomalepidae 4 20
04 Acrochordidae 2 3
05 Aniliidae 1 9
06 Uropeltidae 8 44
07 Xenopeltidae 1 1
08 Boidae 27 88
09 Colubridae 292 1562
10 Elapidae 61 236
11 Viperidae 7 187
12 Hydrophydae 1 18
Total 409 2426
Diantara 2426 spesies yang sudah teridentifikasi, lebih dari 80 % diantaranya hidup di daerah tropis dengan habitat dataran rendah sampai pegunungan, hutan, gurun, sungai bahkan lautan.
Restrain dan Handling
Restrain
Restrain pada ular bertujuan untuk keamanan bagi pemeriksa (dokter hewan), keamanan bagi ular dan untuk keamanan transportasi.
Secara umum restrain pada ular digolongkan menjadi dua yaitu :
1. Physical Restraint/restrain fisik
Restrain fisik dapat dilakukan dengan teknik satu tangan, teknik dua tangan dan penggunaan alat bantu seperti snake hooks, grab stick dan clear plastic tubing. Restrain fisik untuk ular besar seperti Burmese, Reticulatus dan Anaconda dibutuhkan beberapa orang agar tidak menimbulkan resiko bagi ular, klien maupun staff.
Restrain fisik dengan teknik satu tangan dilakukan untuk ular – ular berukuran tubuh kecil dan jinak. Ular dipegang dengan satu tangan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tepat di belakang kepala dan jari lainnya menopang bagian leher ular dan atau bagian tubuh yang lain.
Restrain fisik dengan teknik dua tangan dilakukan untuk ular – ular berukuran sedang atau sedikit agresif. Ular dipegang daengan satu tangan pada bagian tepat dibelakang kepala dan tangan satunya memegang bagian tengah atau belakang tubuh ular.
Restrain fisik dengan menggunakan alat bantu dilakukan pada ular – ular yang agresif dan ular berbisa/venomous snakes. Grab stick berfungsi untuk menangkap dan memegang ular dari jarak jauh. Snake hook digunakan untuk imobilisasi ular dengan cara menekan ular pada bagian belakang kepala sebelum dipegang dengan tangan. Clear plastic tubing digunakan untuk ular – ular venomous berukuran tubuh pendek, dengan cara memasukkan ular kedalam tube transparan tersebut sehingga dapat diamati bagian – bagian tubuh ular tersebut dari luar tube.
2. Chemical restraint/restrain kimiawi
Restrain kimiawi menggunakan sedativa maupun anestetika umumnya dilakukan pada ular yang agresif dan ular berbisa (venomous snakes) serta untuk tujuan transportasi. Namun demikian restrain kimiawi harus dilakukan secara hati-hati karena induksi anestesi dan recovery yang lambat.
Restrain kimiawi dapat dilakukan dengan anestetika inhalasi/gas seperti diethyl ether, isoflurane atau halothane. Keuntungan anestetika inhalasi pada ular adalah induksi anestesi yang cepat dan recovery juga cepat. Namun recovery yang cepat ini menjadi kelemahan manakala digunakan untuk ular – ular yang agresif dan membutuhkan penanganan yang lama.
Restrain kimiawi lainnya dapat dilakukan dengan anestetika non inhalasi. Yang sering digunakan adalah Ketamine HCl yang dikombinasikan dengan muskulorelaksan seperti Chlorpomazine HCl, Xylazine, Diazepam dan Midazolam. Dosis yang dianjurkan untuk Ketamin adalah 20 – 40 mg/Kg BB untuk sedasi dan 60 – 80 mg/Kg BB untuk anestesi, Chlorpromazine 0,1 – 0,5 mg/Kg BB, Diazepam 2 mg/Kg BB, Midazolam 2 mg/Kg BB dan Xylazine 0,10 – 1,25 mg/Kg BB. Penggunaan Xylazine hendaknya disediakan reversalnya yaitu Yohimbin dengan dosis 0,1 mg/Kg BB (Carpenter et al., 2001). Induksi anestesi pada ular berjalan sangat lambat, sekitar 30 menit baru teranestesi dan recoverynya juga lambat berkisar 24 – 48 jam.
Handling
Handling ular secara benar akan memberikan rasa nyaman bagi ular. Adakalanya dibutuhkan restrain agar ular dapat dihandle dengan aman.
Beberapa tips agar aman pada saat menghandle ular :
1. Lakukan handling dengan lembut dan tenang pada semua jenis ular. Jangan ragu – ragu pada saat menghandle ular
2. Beberapa spesies harus dilakukan handling dengan hati – hati, meskipun bukan ular venomous karena ular yang ‘kagol’ dapat menjadi agresif.
3. Spesies ular besar seperti Python molurus, Python reticulatus dan Anaconda (Eunectes murinus) dewasanya dapat mencapai panjang 6 meter dan berat 150 kg, diperlukan beberapa orang untuk menghandle dengan aman. Jangan bertaruh nyawa sendirian saat menghandle ular – ular tersebut.
4. Beberapa ular seringkali defekasi dan urinasi saat dihandle/restrain manual, sabaiknya bagian belakang tubuh ular termasuk kloaka dan ekor tetap berada dalam wadahnya (kantong kain atau kotak) untuk menghindari kontaminasi.
Handling Ular Berbisa dan Berbahaya
Untuk menghandling ular yang berbahaya sebaiknya ;
1. Handling ular – ular berbisa (venomous snakes) sebaiknya dilakukan oleh staf yang sudah berpengalaman
2. Gunakan alat – alat bantu restrain seperti snake hook, grab stick dan clear plastic tubing.
3. Antivenin hendaknya selalu tersedia saat menghandle ular – ular venomous
4. Sebaiknya jangan menggunakan sarung tangan karet karena bersifat licin.
Beberapa Advis Penting untuk Handling dan Restrain pada Ular
1. Idealnya ular dihandle seminimal mungkin.
2. Tanyakan pada pemilik atau yang membawa tentang karakter ular tersebut. Jangan menghandle ular secara sembarangan.
3. Handling pertama kali akan aman apabila ular dipegang tepat dibelakang kepala sebelum mengangkat ular dari tempatnya.
4. Untuk keperluan transportasi jarak pendek bagi ular – ular tidak berbisa dan jinak, penggunaan kantong kain cukup memadai, karena kelenturannya dapat mengikuti gerakan ular.
5. Handling dan restrain ular berbisa/venomous sebaiknya menggunakan alat bantu seperti snake hook, grab stick atau clear plastic tubing.
Trimeresurus waglery
DAFTAR PUSTAKA
Beynon, P.H., Lawton, M.P.C. and Cooper, J.E. 1992, Manual of Reptiles
British Small Animal Veterinary Association, Cheltenham.
Capula, M. 1989, Simon & Schuster’s Guide to Reptiles and Amphibians
of the World, Simon & Schuster Book Inc. New York.
Carpenter, J.W., Mashima, T.Y. and Rupiper, D.J. 2001. Exotics Animal
Formulary, 2nd ed. WB Saunder Co. NY.
Cooper, J.E. and Sainsbury, A.W., 1995. Exotic Species, Mosby-Wolfe, London
Fowler, M.E. 1993. Zoo and Wild Animal Medicine Current Therapy. 3rd ed.
WB Saunders Company, Philadelphia
Frank, N. & Ramus, E. 1996. A Complete Guide to Scientific and Common
Names of Reptiles and Amphibians of the World.
N G Publishing, Pottsville.
Frye, F.L. 1991 a. Reptiles Care, an Atlas of Diseases and Treatment Vol. I.
TFH Publication Inc. New Jersey.
Frye, F. L. 1991 b. The Biomedical and Surgical Aspect of Captive Reptile
Husbandry. Krieger, Malabar, Florida
Gans, C. 1975. Reptiles of the World. A Ridge Press Book.
Grosset & Dunlap Publishers Co. New York.
Grzimek, B. 1975. Animal Life Encyclopaedia, Vol. 6.
Von Nostrand Reinhold Co.
Mader, D.R. 1996. Reptile Medicine and Surgery, WB Saunders Co. Philadelphia
Sharp,I. And Compost, A. 1994. Green Indonesia, Tropical forest Encounters.
Oxford University Press, Oxford.
Waters, M., Zwart, P. and Frye, F.L. 2000. A Guide to Snake,
A Royal Veterinary College.
Messonier, S.P. 1996. Common Reptile Diseases and Treatment. Blackwell.
Cambridge, Massachusetts.
sumber :