Kamis, 14 April 2011

Perompak Somalia Memutus Kontak


TEMPO Interaktif, Jakarta - Perompak Somalia memutus kontak dengan keluarga awak kapal MV Sinar Kudus yang mereka sandera. Kontak terakhir keluarga dengan awak kapal berlangsung Rabu lalu, ketika perompak mematok batas waktu penyerahan uang tebusan. "Sudah diputus, karena batasnya kemarin (Rabu)," kata Isti Datin, ibunda kru mesin (second engineer) Sinar Kudus, Jecky Sarwo, melalui telepon kepada Tempo kemarin.
Febi Susilo, adik ipar Mualim I Kapal Masbukhin, mengatakan, dalam kontak terakhir, kakaknya itu mengeluhkan menipisnya cadangan perbekalan dan obat-obatan di kapal. »Mereka mencoba menghemat,” ujar Febi.
Masbukhin juga mengabarkan pulihnya 12 awak kapal yang sebelumnya terserang diare. Tapi kondisi kru kapal bernama Slamet Riyadi masih kritis. »Bila ingin ke kamar mandi, Slamet harus dibopong.”
Siti Fitrianti, istri nakhoda kapal Fajar, mengatakan kontak terakhir dengan suaminya malah terputus sejak 1 April lalu. "Sejak kapten kapal menghubungi media, kontak dengan keluarga dipersulit," ujar Siti. Sebelumnya, sang suami rutin menghubungi keluarga, paling tidak sekali dalam sepekan.
Sejak menyandera 20 awak kapal Sinar Kudus pada 16 Maret lalu, perompak memang mengizinkan sandera menghubungi keluarganya di Indonesia. Tapi hanya sandera yang bisa menelepon. Sedangkan pihak keluarga tak bisa mengontak balik mereka.
Komunikasi juga terjadi antara perompak dan pemilik kapal, PT Samudera Indonesia. Sepanjang negosiasi, perompak meminta uang tebusan yang jumlahnya terus berubah. Terakhir, perompak menyebutkan angka US$ 2,6 miliar (sekitar Rp 22,6 miliar).
Menurut cerita sandera, dari 35 orang pembajak Sinar Kudus, sebagian membawa senjata laras panjang, berpopor kayu, dan dilengkapi magazin. »Saya simpulkan itu AK-47,” kata Febi Susilo, yang juga anggota Brimob Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Saat sandera menelepon keluarganya, perompak kerap melepaskan tembakan. Meski belum ada kabar soal sandera yang disakiti, keluarga risau atas skenario pembebasan lewat operasi militer. Keluarga khawatir pengerahan tentara malah membahayakan jiwa sandera. »Operasi militer mestinya jadi pilihan terakhir,” kata Febi.
KARTIKA | HARI TRI WASONO



Tempo – Kam, 14 Apr 2011