SEROMBONGAN ular piton jawa dikembalikan ke kampung leluhur mereka di khatulistiwa, sesudah bermukim cukup lama di Inggris. Tak kurang dari 37 ekor Phyton molurus bivittatus demikian nama Latinnya dihadiahkan oleh John Aspinal, pengusaha dan pencinta satwa Inggris, kepada pemerintah Indonesia pekan lalu. Makhluk melata yang berbisa itu diistirahatkan dulu selama dua pekan di Taman Safari untuk penyesuaian diri dengan iklim dan lingkungan yang baru. Lalu, kalau tak ada aral, pekan-pekan ini mereka akan dilepaskan oleh Menteri Kehutanan Djamaloedin Soerjohadikoesoemo ke habitat aslinya di Ujungpanaitan dan Gunung Honje, Taman Nasional Ujungkulon, Jawa Barat.
Tapi bagaimana kisahnya sampai ular piton dari Ujungkulon mengembara ke Negeri Inggris? Nah, sekali peristiwa sepuluh tahun silam, John Aspinal membawa sang piton ke Inggris. Buat apa? Ia melihat, hewan ini makin langka di Indonesia. Dengan segenap kesabaran, Aspinal mengembangbiakkan induk Phyton bivittatus ini di kebun binatang pribadinya, yang mirip Taman Safari. Di sini, menu utama mereka terdiri atas 4-5 ekor tikus dalam seminggu. Habitatnya berupa ruang tertutup dengan suhu tropis 28 derajat Celsius. Ular hadiah ini adalah generasi ketiga, yang usianya 1-2 tahun. ''Kami masih punya dua pasang induk dan 30 butir telur. Kalau menetas, anaknya juga akan dikembalikan ke habitatnya,'' kata Aspinal.
Dia sukses menangkar gorila dan kini berusaha menangkar aneka jenis kera, gibon, serta badak sumatera. Untuk diketahui, Phyton molurus bivittatus tergolong langka dan dilindungi. Dulu mereka tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. ''Sekarang sudah jarang sekali ditemui,'' kata Widodo Sukohadi, Kepala Sub-Direktorat Konservasi Jenis Pelestarian Hutan Departemen Kehutanan. Di antara keluarga Phyton molurus, jenis bivittatus memang paling indah. Panjang badannya bisa sampai 8 meter, beratnya mencapai 200 kilogram. Sisiknya bagus dan coraknya khas. Warnanya bervariasi, dari cokelat muda ke cokelat tua, dan kuning keputih-putihan di bagian perut.
Mungkin karena sangat molek, piton jenis ini habis diburu lalu diambil kulitnya untuk dibikin tas, sepatu, dan tali pinggang. ''Saya menangkar agar ular-ular ini bisa dilepas kembali ke habitat aslinya, yang tidak diganggu manusia,'' kata Aspinal. Ia tak mau menyerahkannya ke kebun binatang atau perorangan karena takut hewan itu akhir-akhirnya dikuliti juga. Bagi Indonesia, sumbangan Aspinal pertama untuk jenis ular amat bernilai. ''Akan memperkuat spesies yang ada,'' kata Widodo. Tapi, supaya tidak kaget di habitatnya yang baru, ular piton itu kini dilatih makan tikus Ujungkulon. ''Belum tahu apakah mereka akan bisa beranak-pinak di sana,'' Widodo menambahkan. ''Setelah ular-ular ini dilepas, nanti kita awasi. Kalau bertahan hidup 20 ekor saja, sudah bagus,'' kata Tony Sumampow, Direktur Taman Safari Indonesia, yang kini menunggu menetasnya bayi ular Phyton reticulatus jenis yang tidak terlalu langka.
Beberapa waktu lalu Indonesia pernah mendapat jalak bali, hasil tangkaran dari Amerika. Tapi sejauh ini burung itu belum berkembang biak, mungkin karena lupa bagaimana cara mengerami telurnya. Bagi piton, penyesuaiannya barangkali akan lebih mudah, asalkan hewan ini dijauhkan dari musuhnya, yaitu biawak dan manusia.
Indrawan dan Ida Farida (Bandung)
sumber :
- 13 November 1993