Ketua DPD Partai Demokrat DIY, GBPH Prabu Kusumo yang juga adik Sri Sultan Hamengku Buwono X secara resmi meyerahkan kartu keanggotaan (KTA) Partai Demokrat. Penyerahan KTA ini menandai Prabu Kusumo resmi mundur dari Demokrat.
Penyerahan KTA Partai Demokrat dilakukan di Kantor DPD Partai Demokrat DIY, Kamis, 9 Desember 2010 sekitar pukul 11.00 WIB.
Penyerahan KTA dan surat pengunduran diri merupakan 'protes' Prabu Kusumo yang menilai kebijakan Partai Demokrat terkait RUUK Yogyakarta tidak lagi sesuai dengan hati nuraninya. Sebagai Putra dari Sri Sultan HB IX, GBPH Prabu Kusumo ingin memperjuangkan keistimewaan Yogyakarta seperti yang pernah diperjuangkan almarhum ayahnya.
Penyerahan KTA dan surat pengunduran diri kepada DPP Partai Demokrat dilakukan di hadapan pengurus DPD Partai Demokrat DIY dan sesepuh DPD Partai Demokrat DIY Djoko Suwidi.
“Saya tidak ingin menjadi anak durhaka karena mengingkari perjuangan ayah saya. Saya tidak ingin menjelekkan partai sehingga saya memilih mundur,” kata Prabu Kusuomo.
Menurut GBPH Parbukusumo, pengunduran dirinya dari partai merupakan keputusan pribadi. Namun demikian jika ada kader dan pengurus partai lainnya yang mengikuti jejaknya,ia menyerahkan kepada pribadi masing-masing pengurus. "Ya monggo saja jika ingin keluar. Saya tidak pernah mengajak yang lainnya mengikuti jejak saya,” tegasnya.
Meski tidak mengajak kader lainnya mundur, namun langkah GBPH Prabukusumo untuk berjuang demi keistimewaan Yogyakarta dan tidak ingin mengkhianati ayahnya mendapatkan dukungan dari kader Demokrat lain.
Dalam kesempatan yang sama dua kader Demokrat ikut mengundurkan diri. Dua kader itu adalah Faraz Umaya yang merupakan wakil ketua IX bidang sosial dan bencana dan Lulu Budiharjo, sekretaris bidang IX.
Djoko Suwindi, sesepuh DPD Partai Demokrat DIY, menyatakan pengunduran Prabu Kusumo merupakan pengunduran diri pertama kali yang dilakukan oleh kader sekaligus ketua DPD Partai Demokrat DIY. ”Saya sangat terharu dan saya merasa kehilangan dengan mundurnya Gusti Parbu,” ujarnya.
Menurutnya, Prabu Kusumo adalah sosok pejuang partai dan perjuangannya telah terbukti. ”Kami sangat kehilangan, namun kami juga menghormati hak politik beliau," kata dia.
Laporan: Juna Sanbawa | Yogyakarta
Penyerahan KTA Partai Demokrat dilakukan di Kantor DPD Partai Demokrat DIY, Kamis, 9 Desember 2010 sekitar pukul 11.00 WIB.
Penyerahan KTA dan surat pengunduran diri merupakan 'protes' Prabu Kusumo yang menilai kebijakan Partai Demokrat terkait RUUK Yogyakarta tidak lagi sesuai dengan hati nuraninya. Sebagai Putra dari Sri Sultan HB IX, GBPH Prabu Kusumo ingin memperjuangkan keistimewaan Yogyakarta seperti yang pernah diperjuangkan almarhum ayahnya.
Penyerahan KTA dan surat pengunduran diri kepada DPP Partai Demokrat dilakukan di hadapan pengurus DPD Partai Demokrat DIY dan sesepuh DPD Partai Demokrat DIY Djoko Suwidi.
“Saya tidak ingin menjadi anak durhaka karena mengingkari perjuangan ayah saya. Saya tidak ingin menjelekkan partai sehingga saya memilih mundur,” kata Prabu Kusuomo.
Menurut GBPH Parbukusumo, pengunduran dirinya dari partai merupakan keputusan pribadi. Namun demikian jika ada kader dan pengurus partai lainnya yang mengikuti jejaknya,ia menyerahkan kepada pribadi masing-masing pengurus. "Ya monggo saja jika ingin keluar. Saya tidak pernah mengajak yang lainnya mengikuti jejak saya,” tegasnya.
Meski tidak mengajak kader lainnya mundur, namun langkah GBPH Prabukusumo untuk berjuang demi keistimewaan Yogyakarta dan tidak ingin mengkhianati ayahnya mendapatkan dukungan dari kader Demokrat lain.
Dalam kesempatan yang sama dua kader Demokrat ikut mengundurkan diri. Dua kader itu adalah Faraz Umaya yang merupakan wakil ketua IX bidang sosial dan bencana dan Lulu Budiharjo, sekretaris bidang IX.
Djoko Suwindi, sesepuh DPD Partai Demokrat DIY, menyatakan pengunduran Prabu Kusumo merupakan pengunduran diri pertama kali yang dilakukan oleh kader sekaligus ketua DPD Partai Demokrat DIY. ”Saya sangat terharu dan saya merasa kehilangan dengan mundurnya Gusti Parbu,” ujarnya.
Menurutnya, Prabu Kusumo adalah sosok pejuang partai dan perjuangannya telah terbukti. ”Kami sangat kehilangan, namun kami juga menghormati hak politik beliau," kata dia.
Laporan: Juna Sanbawa | Yogyakarta
• VIVAnews
sumber :
VIVAnews
Kamis, 9 Desember 2010
Umi Kalsum