Jakarta - Situs Indoleaks membocorkan pembicaraan Presiden Soeharto dan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon, tertanggal 26 Mei 1970. Dialog yang berlangsung di Gedung Putih, dan juga melibatkan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger, itu membahas strategi penangkalan komunisme.
Pembicaraan diawali paparan Soeharto tentang situasi Indonesia yang membaik pasca Pemberontakan G 30 S dan gerakan mahasiswa yang, menurutnya, sudah terindoktrin Orde Baru. Dia mengeluhkan peralatan militer Indonesia. Meski mumpuni, bekunya hubungan dengan Uni Soviet, membuat Indonesia kesulitan dalam mendapat suku cadang, terutama di Angkatan Laut dan Angkatan Udara. "Karena peralatan berasal dari Cina dan Rusia, mereka kami semua kelemahan kami," katanya.
Soeharto juga menyebut ancaman dari Blok Timur, yaitu misil Cina yang mampu meluncur 1770 kilometer dan inflitrasi kapal selam Soviet di Samudera Hindia. "Kami tidak memiliki kemampuan anti kapal selam," ujarnya.
Nixon mengakui posisi Indonesia netral dalam Perang Dingin, yang saat itu sedang alot-alotnya. Namun, dia mengatakan, "Netralitas tidak berarti tanpa kekuatan yang menjaganya."
Soeharto membalasnya dengan mengatakan ingin meningkatkan kekuatan Indonesia secara bertahap, bukan sekaligus. "Kami tidak ingin Anda berkomitmen, tapi ingin tahu apa yang dapat Anda lakukan."
Kamboja juga jadi topik perbincangan. Maklum, negara itu bersebelahan dengan Vietnam, yang jadi "ajang" Perang Dingin. AS mendukung Vietnam Selatan dan Soviet membeking Vietnam Utara. Puluhan ribu pasukan kedua negara yang berseteru itu menyusup ke Kamboja. Sepuluh hari sebelum pertemuan itu, Jakarta menggelar Konferensi Tingkat Asia Tenggara, meminta semua kekuatan asing keluar dari Kamboja.
Nixon bertanya apa jadinya kalau Vietnam Utara menguasai negara itu. "Kamboja akan jadi basis subversi dan infiltrasi ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia," kata Soeharto. "Jika komunis berkuasa di sana, akan menyulitkan Program Vietnam anda."
REZA M
Pembicaraan diawali paparan Soeharto tentang situasi Indonesia yang membaik pasca Pemberontakan G 30 S dan gerakan mahasiswa yang, menurutnya, sudah terindoktrin Orde Baru. Dia mengeluhkan peralatan militer Indonesia. Meski mumpuni, bekunya hubungan dengan Uni Soviet, membuat Indonesia kesulitan dalam mendapat suku cadang, terutama di Angkatan Laut dan Angkatan Udara. "Karena peralatan berasal dari Cina dan Rusia, mereka kami semua kelemahan kami," katanya.
Soeharto juga menyebut ancaman dari Blok Timur, yaitu misil Cina yang mampu meluncur 1770 kilometer dan inflitrasi kapal selam Soviet di Samudera Hindia. "Kami tidak memiliki kemampuan anti kapal selam," ujarnya.
Nixon mengakui posisi Indonesia netral dalam Perang Dingin, yang saat itu sedang alot-alotnya. Namun, dia mengatakan, "Netralitas tidak berarti tanpa kekuatan yang menjaganya."
Soeharto membalasnya dengan mengatakan ingin meningkatkan kekuatan Indonesia secara bertahap, bukan sekaligus. "Kami tidak ingin Anda berkomitmen, tapi ingin tahu apa yang dapat Anda lakukan."
Kamboja juga jadi topik perbincangan. Maklum, negara itu bersebelahan dengan Vietnam, yang jadi "ajang" Perang Dingin. AS mendukung Vietnam Selatan dan Soviet membeking Vietnam Utara. Puluhan ribu pasukan kedua negara yang berseteru itu menyusup ke Kamboja. Sepuluh hari sebelum pertemuan itu, Jakarta menggelar Konferensi Tingkat Asia Tenggara, meminta semua kekuatan asing keluar dari Kamboja.
Nixon bertanya apa jadinya kalau Vietnam Utara menguasai negara itu. "Kamboja akan jadi basis subversi dan infiltrasi ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia," kata Soeharto. "Jika komunis berkuasa di sana, akan menyulitkan Program Vietnam anda."
REZA M
sumber :
TEMPO Interaktif
Jum'at, 10 Desember 2010